Sejarah Kue Lidah Kucing yang Jadi Cemilan Favorit Bulan Ramadhan
Kue lidah kucing adalah salah satu cemilan yang populer di Indonesia, terutama saat bulan Ramadhan. Bentuk kue ini tipis, panjang, dan rata, menyerupai lidah kucing. Biasanya berwarna putih atau cokelat, dengan rasa yang manis dan gurih. Kue ini mudah dibuat dan disimpan, sehingga cocok untuk dijadikan camilan di antara waktu berbuka dan sahur. Namun, tahukah Anda bahwa sejarah kue lidah kucing bukanlah asli dari Indonesia?
Kue ini ternyata berasal dari Belanda, dan memiliki sejarah yang panjang dan menarik. Bagaimana kue ini bisa masuk ke Indonesia, dan bagaimana perkembangannya hingga menjadi cemilan favorit bulan Ramadhan? Mari kita simak ulasan berikut ini.
Daftar Isi
Asal-usul Kue Lidah Kucing dari Belanda
Kue lidah kucing dalam bahasa Belanda disebut katte tong atau lange vingers. Kue ini merupakan salah satu jenis biscuit atau biskuit, yaitu kue kering yang dibuat dari adonan tepung, gula, dan mentega, yang dipanggang hingga kering dan renyah. Biskuit sendiri berasal dari kata Latin bis coctus, yang berarti “dimasak dua kali”. Hal ini karena biskuit awalnya dibuat dengan cara memanggang adonan dua kali, agar lebih tahan lama dan tidak mudah basi.
Biskuit merupakan salah satu makanan yang sudah ada sejak zaman kuno. Pertama kali dibuat oleh bangsa Mesir, Yunani, dan Romawi, sebagai makanan praktis untuk para prajurit dan pelaut. Kemudian menyebar ke berbagai negara di Eropa, termasuk Belanda, yang memiliki tradisi membuat biskuit dengan berbagai bentuk dan rasa.
Salah satu biskuit yang dibuat oleh orang Belanda adalah kue lidah kucing. Kue ini pertama kali muncul pada abad ke-17, saat Belanda sedang berjaya sebagai negara maritim dan kolonial. Kue ini dibuat dengan cara mencetak adonan biskuit yang encer dengan cetakan khusus, yang berbentuk seperti lidah kucing. Kemudian dipanggang hingga kering dan renyah, dan kadang-kadang diberi taburan gula atau cokelat di atasnya.
Kue lidah kucing menjadi salah satu kue yang disukai oleh orang Belanda, karena rasanya yang manis dan teksturnya yang renyah. Kue ini juga mudah dibawa dan disimpan, sehingga cocok untuk dijadikan bekal saat berlayar atau berperang. Selain itu juga sering disajikan sebagai hidangan penutup, atau sebagai teman minum teh atau kopi.
Kue Lidah Kucing di Indonesia: Warisan Kolonial atau Adaptasi Lokal?
Kue lidah kucing masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan dan kolonialisme Belanda. Belanda mulai menjajah Indonesia sejak abad ke-16, dan membawa berbagai budaya dan makanan mereka ke tanah air kita. Salah satu makanan yang dibawa oleh orang Belanda adalah kue lidah kucing, yang kemudian dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan nama yang sama.
Kue lidah kucing menjadi salah satu kue yang disukai oleh masyarakat Indonesia, terutama oleh kalangan menengah ke atas, yang terpengaruh oleh budaya Belanda. Selain itu, kue ini juga menjadi salah satu camilan yang sering disajikan saat pesta atau perayaan, seperti ulang tahun, pernikahan, atau hari raya. Kue ini juga sering dijadikan oleh-oleh atau souvenir, karena bentuknya yang unik dan rasanya yang enak.
Namun, kue lidah kucing di Indonesia tidak sama persis dengan kue lidah kucing di Belanda. Kue lidah kucing di Indonesia mengalami beberapa modifikasi dan adaptasi, sesuai dengan selera dan bahan-bahan lokal.
Beberapa perbedaan antara kue lidah kucing di Indonesia dan di Belanda
Bahan-bahan
Kue lidah kucing di Belanda biasanya dibuat dari tepung terigu, gula, mentega, dan telur. Di Indonesia kue ini juga dibuat menggunakan bahan-bahan yang sama, namun kadang-kadang ditambahkan dengan bahan-bahan lain, seperti susu, keju, vanili, atau pandan, untuk memberikan rasa dan aroma yang berbeda. Kue lidah kucing di Indonesia juga sering menggunakan tepung beras, tepung maizena, atau tepung sagu, sebagai pengganti atau campuran tepung terigu, untuk membuat tekstur kue yang lebih lembut dan halus.
Bentuk dan ukuran
Kue lidah kucing di Belanda biasanya berbentuk panjang dan rata, dengan panjang sekitar 8-10 cm, dan lebar sekitar 2-3 cm. Kue lidah kucing di Indonesia juga berbentuk panjang dan rata, namun ukurannya lebih bervariasi, tergantung pada cetakan yang digunakan. Ada kue lidah kucing yang berukuran kecil, sekitar 4-5 cm, ada yang berukuran sedang, sekitar 6-7 cm, dan ada yang berukuran besar, sekitar 10-12 cm. Ada juga kue lidah kucing yang berbentuk bulat, oval, atau lonjong, dengan diameter sekitar 3-4 cm.
Warna dan rasa
Kue lidah kucing di Belanda biasanya berwarna putih atau cokelat, dengan rasa yang manis dan gurih. Kue lidah kucing di Indonesia juga berwarna putih atau cokelat, namun ada juga yang berwarna hijau, kuning, merah, atau pelangi, dengan rasa yang bermacam-macam, seperti pandan, keju, cokelat, stroberi, atau durian.
Dari perbedaan-perbedaan di atas, dapat dikatakan bahwa kue lidah kucing di Indonesia bukanlah sekadar warisan kolonial dari Belanda, melainkan juga hasil adaptasi lokal dari masyarakat Indonesia. Kue lidah kucing di Indonesia menunjukkan kreativitas dan keberagaman budaya Indonesia, yang mampu mengolah kue asing menjadi kue yang sesuai dengan selera dan kebiasaan mereka.
Kue Lidah Kucing sebagai Cemilan Favorit Bulan Ramadhan
Tidak hanya disukai oleh masyarakat Indonesia pada umumnya, tetapi kue ini juga oleh masyarakat Muslim, terutama saat bulan Ramadhan. Kue ini menjadi salah satu cemilan favorit yang dikonsumsi saat berbuka puasa atau sahur, karena memiliki beberapa kelebihan, antara lain:
Ringan dan renyah
Kue lidah kucing memiliki tekstur yang ringan dan renyah, sehingga tidak membuat perut kenyang atau berat. Kue ini cocok untuk dijadikan camilan ringan, yang dapat mengembalikan energi dan gula darah setelah berpuasa seharian, atau sebelum memulai puasa di pagi hari.
Manis dan gurih
Kue lidah kucing memiliki rasa yang manis dan gurih, sehingga dapat memuaskan selera dan menghilangkan rasa haus atau lapar. Kue ini juga dapat menambah variasi rasa, yang dapat mengimbangi hidangan utama yang biasanya berkuah atau pedas.
Mudah dibuat dan disimpan
Kue lidah kucing memiliki bahan-bahan yang mudah didapat dan murah, sehingga dapat dibuat sendiri di rumah dengan cara yang sederhana. Kue ini juga dapat disimpan dalam wadah tertutup, dan tahan lama, sehingga dapat dibuat dalam jumlah banyak, dan dikonsumsi kapan saja.
Baca Juga: Asal Usul Kue Nastar dan Tips Memilih Kue dengan Kualitas Enak
Selain itu, kue lidah kucing juga memiliki nilai simbolis, yang dapat mengingatkan kita akan sejarah dan budaya kita. Kue ini dapat menjadi salah satu cara untuk menghargai warisan kolonial dan sejarah kue lidah kucing ini ke Indonesia, sekaligus mengapresiasi adaptasi lokal yang telah membuat kue ini menjadi khas Indonesia.